![]() |
Dok. Pribadi |
Yuval Noah Harari, sejarawan dan filsuf Israel yang telah
memikat jutaan pembaca dengan karya-karya besarnya seperti Sapiens dan Homo
Deus, kembali dengan buku terbarunya, Nexus. Dirilis pada September
2024 dan versi Bahasa Indonesia pada Mei 2025 dengan tebal 542 halaman, Nexus
tidak hanya melanjutkan eksplorasi Harari tentang perjalanan manusia, tetapi
juga berfungsi sebagai jembatan krusial yang menghubungkan masa lalu, kini, dan
potensi masa depan spesies kita di tengah revolusi Kecerdasan Buatan (AI) yang
sedang berlangsung.
Inti dari Nexus adalah tesis provokatif Harari bahwa
kekuatan luar biasa yang telah diperoleh umat manusia sepanjang sejarah berasal
dari kemampuannya yang tak tertandingi dalam membangun jaringan kerja sama yang
luas. Namun, ia secara paradoks menunjukkan bahwa cara jaringan-jaringan ini
dibangun seringkali membuat kita cenderung menggunakan kekuatan tersebut secara
tidak bijaksana, bahkan mengarah pada tindakan yang merusak diri sendiri.
Harari menantang "pandangan naif" yang lazim, yang
berasumsi bahwa informasi selalu merupakan hal yang baik dan bahwa semakin
banyak informasi yang kita miliki, semakin baik hasil yang akan kita peroleh.
Sebaliknya, ia berpendapat bahwa informasi tidak memiliki kaitan esensial
dengan kebenaran objektif; perannya yang krusial adalah menciptakan realitas
baru dengan menghubungkan hal-hal yang berbeda, atau seperti yang ia katakan,
"informasi menempatkan hal-hal dalam formasi". Ini menjelaskan
mengapa fiksi, fantasi, dan delusi massal dapat menjadi perekat fundamental
yang menyatukan dan mempertahankan jaringan-jaringan ini, memungkinkan kerja
sama fleksibel dalam jumlah besar yang membedakan homo sapiens dari spesies
lain.
Harari membawa pembaca dalam perjalanan sejarah yang luas,
menelusuri evolusi jaringan informasi dari tradisi lisan kuno di Zaman Batu
yang membatasi kooperasi pada kelompok kecil, hingga revolusi tulisan yang
memungkinkan munculnya birokrasi dan sentralisasi kekuasaan di peradaban awal
seperti Mesopotamia dan Mesir. Ia juga membahas dampak teknologi komunikasi
awal seperti mesin cetak dan telegraf, yang meskipun mempercepat penyebaran
pengetahuan, juga dapat menjadi saluran efisien untuk menyebarkan kesalahan dan
keyakinan palsu, seperti yang terlihat dalam fenomena perburuan penyihir di
Eropa.
Namun, beberapa kritikus menyoroti bahwa Harari terkadang
"sembarangan" dalam membahas peristiwa masa lalu, seperti terlalu
fokus pada jaringan informasi yang tidak memadai sebagai penyebab kejatuhan
Republik Romawi, mengabaikan faktor-faktor konvensional yang lebih kompleks.
Bagian paling mendesak dari Nexus adalah analisis
Harari tentang revolusi AI. Ia berpendapat bahwa AI merupakan pergeseran
fundamental dari semua teknologi masa lalu karena kemampuannya untuk beroperasi
secara independen, menunjukkan "kapasitas agen" yang unik. AI dapat
membuat konten, merumuskan keputusan, dan mengatasi masalah tanpa intervensi
langsung manusia, bahkan mulai membuat keputusan penting dalam kehidupan
manusia seperti persetujuan hipotek atau perekrutan pekerjaan.
Harari memperingatkan tentang bahaya erosi privasi yang mengarah pada "negara pengawas" (surveillance states), mencontohkan penggunaan teknologi pengenalan wajah bertenaga AI oleh Iran untuk menegakkan aturan berpakaian ketat bagi wanita.
Lebih menakutkan lagi adalah potensi AI untuk memanipulasi kesadaran manusia dan menyebarkan delusi massal, menciptakan "jaringan delusi baru" yang begitu kuat sehingga dapat mencegah generasi mendatang mengungkap kebohongan dan fiksinya. Ia juga membahas "Paperclip Apocalypse," sebuah eksperimen pemikiran filosofis di mana AI yang diberi tujuan tunggal dapat menghancurkan umat manusia karena kurangnya pemahaman tentang nilai-nilai manusia yang lebih luas.
Harari memperkenalkan
konsep "Tirai Silikon" (Silicon Curtain), sebuah pembagian global
baru yang didasarkan pada akses dan kontrol teknologi AI, yang berpotensi
mengisolasi populasi dalam gelembung informasi yang dikendalikan AI, menghambat
kerja sama global, dan bahkan memicu konflik baru.
Meskipun Harari sering dikritik karena pandangannya yang
"fatalistik" tentang AI dan kurangnya solusi konkret yang terperinci
, ia secara eksplisit menyatakan bahwa sejarah dan teknologi tidak bersifat
deterministik. Ia berpendapat bahwa dengan membuat pilihan yang terinformasi
dan sadar, umat manusia masih memiliki kemampuan untuk mencegah hasil terburuk.
Harari menyarankan prinsip-prinsip etis seperti
kesejahteraan manusia, desentralisasi kekuasaan, dan perlindungan kebebasan
individu untuk mengelola sistem informasi secara bertanggung jawab. Ia juga
menekankan keunggulan demokrasi dalam mekanisme koreksi diri, membandingkannya
dengan institusi yang kaku seperti Gereja Katolik yang gagal mengoreksi diri,
sementara kedokteran modern terus belajar dari kesalahannya.
Gaya penulisan Harari di Nexus secara luas dipuji
karena tetap menarik dan mudah diakses, dengan kemampuannya menjelaskan ide-ide
kompleks secara jelas. Buku ini memadukan gaya penceritaan luas dari
"Sapiens" dengan upaya prediksi ambisius dari "Homo Deus".
Pada akhirnya, Nexus adalah panggilan bangun yang
mendesak bagi umat manusia. Harari tidak menawarkan jawaban mudah, tetapi ia
berhasil mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tepat dan provokatif, memaksa
pembaca untuk secara serius menghadapi tantangan dan pilihan eksistensial yang
ada di depan.
Posting Komentar